Sabtu, 29 September 2012

Budaya Membaca dalam Perspektif Indonesia

Oleh Hatta Harris Rahman (@hattahr)
Membaca merupakan salah satu metode yang kerap dilakukan oleh manusia untuk dapat meningkatkan kecerdasan, mengakses informasi dan juga memperdalam pengetahuan dalam diri seseorang. Dengan memahami dan mengerti isi dari sebuah bacaan, seseorang akan mendapatkan banyak keuntungan untuk memperluas cakrawala berpikir dengan sedikit usaha dan modal yang relatif sedikit. Kegiatan ini sering kali dihubungkan dengan faktor-faktor kesuksesan seseorang dalam berpikir dan bertindak karena pada umumnya mereka yang gemar membaca dapat bertindak lebih sistematis dan berpikir secara kritis dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi.


Kebiasaan membaca juga sering dikaitkan dengan seorang pemimpin. “A good leader is a reader, seorang pemimpin yang baik adalah seorang pembaca,” demikian kata-kata bijak yang sering dikutip oleh banyak pemimpin. Kualitas seorang pemimpin banyak ditentukan oleh tingkat intelektualitas dirinya. Sementara indikator intelektualitas seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan dan tingkat pendidikan tetapi juga dilihat dari kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Hal ini bukan hanya untuk indikator intelektualitas tetapi juga berkaitan dengan karakter dan kepribadian. Seorang pemimpin yang pembaca sudah jelas menunjukkan sikap kesediaan terus belajar, terus mau menimba ilmu dan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Seorang pembacalah yang selalu siap bertumbuh dan berkembang.

Negara-negara maju semisal Jepang kegiatan membaca menjadi sebuah budaya positif  yang dilakukan oleh masyarakatnya. Dimulai sejak lebih dari seabad yang lalu saat restorasi Meiji, para pemimpin saat itu mulai menerjemahkan buku-buku asing dari seluruh dunia terutama Amerika dan Eropa. Tidak peduli di manapun mereka berada, mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa akan terlihat sedang membaca buku di dalam kereta, stasiun maupun airport. Hal ini tentu menjadi identitas mereka di mata dunia selain sebagai masyarakat pekerja keras. Orang-orang Jepang memang terkenal sebagai masyarakat yang “kutu buku” dalam cerita-cerita yang berkembang di dunia internasional yang mana dibuktikan dengan fakta bahwa tiap tahun lebih dari 1 miliar buku dicetak..

Indonesia sebagai negara berkembang sayangnya tidak mempunyai kebudayaan membaca seperti halnya Jepang. Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik berkenaan dengan perilaku sosial budaya di dalam masyarakat diketahui persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar atau majalah sebesar 18.94% pada tahun 2009 atau turun dari angka sebelumnya sebesar 23.46% pada tahun 2006. Tentu saja ini merupakan berita yang menyedihkan bagi Negara berkembang yang ingin maju.

Telaah Budaya dan Membaca

Menurut Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Antropolog yang berasal dari Amerika ini menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan kekuasaan politik (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya).

Menurut Susan Burns dalam bukunya Starting Out Right (1998) dikutip dari Rifki Kurniawan (2008) minat baca merupakan sesuatu yang kompleks yang melibatkan ketrampilan membaca sekaligus lingkungan yang melingkupinya. Fasilitas merupakan salah satu faktor untuk membentuk masyarakat gemar membaca. Masyarakat baca dapat terbentuk dengan membangun fasilitas yang memadai sebagai sarana untuk membaca. Setelah terciptanya masyarakat baca maka diharapkan akan tercipta sebuah budaya yang menjadikan membaca menjadi sebuah nilai positif yang diyakini oleh masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Budaya bukanlah hanya semboyan atau sebuah pajangan yang digunakan sebagai bahan hafalan anak-anak sekolah akan tetapi haruslah diresapi oleh seluruh lapisan masyarakat agar dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai panduan untuk menuntun kepada kehidupan yang lebih baik.

Budaya dibangun dalam proses yang panjang. Budaya baca muncul dari tradisi kehadiran media cetak yang bila ditelusuri hadir dari masyarakat yang menemukan kertas dan mesin cetak. Hal ini dapat terlihat dari budaya baca masyarakat Asia (Cina, Jepang, Korea), Eropa dan Amerika yang sudah dimulai ratusan, bahkan lebih seribu tahun lalu. Indonesia juga sesungguhnya sudah mengenal kertas (dari daun lontar) dan tulis menulis sejak lama, namun sayang tradisi baca hanya ada dalam lingkup elit yang terbatas, bukan untuk masyarakat awam. 

Budaya baca memang belum dimiliki bangsa Indonesia. Hal ini karena dalam perkembangannya, Indonesia yang merdeka dalam kurun waktu 67 tahun ini dihadapkan dalam era informasi teknologi komunikasi, terutama media elektronika. Tatkala baru merdeka (1945 – 1965), masyarakat Indonesia diasyikkan dengan keberadaan radio, ditandai memukaunya Bung Tomo, Pahlawan Nasional, pidato-pidato Bung Karno yang menyemangati kemerdekaan lewat siaran radio. Era 1960-1970, masyarakat mulai dikenalkan dengan televisi dan mencapai puncaknya hingga kini dengan teknologi televisi layar datar dan digital. Bersamaan dengan itu, kehadiran media online, satu sisi memang menampilkan budaya baca baru, namun banyak masyarakat tetap menggandrungi audio visual, seperti mengunduh lewat yoetube.

Budaya Baca Indonesia

Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki kemajemukan budaya. Latar belakang sebagai sebuah Negara kepulauan membuat setiap daerah memiliki kekhasan dalam nilai budaya yang dianut. Namun, semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua dan budaya gotong royong dapat mengikis rasa primordialisme yang sangat berpotensi timbul di tengah masyarakat yang cenderung heterogen.

Indonesia boleh disebut mengalami cultural lost, budaya yang hilang atau budaya yang terlampaui dalam konteks budaya baca. Maksudnya, tatkala kita secara sadar dalam era Indonesia merdeka mau membangun tradisi baca, tiba-tiba kita dihadapkan dengan budaya baru dari negara maju yang menggunakan sarana audio visual (radio dan televisi). Hantaman budaya televisi membuat kita sulit mengembangkan budaya baca, belum lagi karena kebijakan yang dinilai tidak memihak budaya baca, seperti keterbatasan bacaan dan mahalnya bacaan, seperti suratkabar dan buku. 

Oleh karena itulah, sudah tidak asing lagi bahwa masyarakat kita cenderung menjadi masyarakat verbal. Fenomena ini dapat kita rasakan pada lingkungan di sekitar kita, sebagaimana anak-anak, ibu-ibu hingga para pekerja kantoran akan lebih sering terlihat sedang “bergosip” tentang isu-isu yang tidak produktif. Bahan informasi bergosip banyak didapat dari sajian media massa televisi. Angka statistik sebesar 90.27% yang menunjukan bahwa persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang menonton televisi dapat menjadi bukti bagaimana sifat masyarakat Indonesia.

Kenyataan ini merupakan kenyataan yang pahit karena ternyata peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia yang berarti pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia tidak berbanding lurus dengan kesadaran akan pentingnya membaca. Padahal kemampuan sebatas melek huruf saja tidaklah cukup untuk mengurangi kebodohan dan kemiskinan tetapi tindakan selanjutnya yaitu kemauan untuk mau menerapkan kemampuan yang sudah dimiliki  tersebut yang mana dalam hal ini akan membantu memerangi masalah-masalah tersebut.

Membaca juga mempunyai banyak manfaat,  Dr.Aidhbin Abdullah al-Qarni dalam Membangun Budaya Membaca Sepanjang Hayat (2011), menuturkan manfaat membaca yaitu di antaranya:

1.    Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan.

2.    Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan.

3.    Kebiasaan  membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja.

4.    Dengan sering membaca, orang bisa mengembangakan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata.

5.    Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir.

6.    Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman.

7.    Dengan membaca, orang mengambil manfaat dari pengalaman orang lain: kearifan orang bijaksana dan pemahaman prasarjana.

8.    Dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya; baik untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup.

9.    Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pemikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia.

10.    Dengan sering membaca, orang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat, lebih lanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang tersirat

Seiring perkembangan zaman, dalam masa yang dikenal sebagai era informasi ini seharusnya para pemangku kepentingan baik pemerintah maupun pengusaha menyadari peluang untuk bisa berkontribusi membangun budaya membaca karena tidak ada penghalang yang cukup kuat untuk membatasi informasi. Portal berita online akan memiliki keunggulan kompetitif dalam memperebutkan dan memperluas pasar yang potensial. Ketersediaan dan kemudahan akses akan menjadi bentuk pelayanan yang sangat baik untuk masyarakat.  Permasalahan yang dihadapi seperti dalam sirkulasi pengiriman, waktu terbit maupun biaya cetak yang terus membengkak juga dapat diminamalisir berkat adanya teknologi internet. Dengan internet perusahaan yang bersinggungan dengan berita dapat terus berinovasi sebagaimana halnya inovasi dalam internet itu sendiri.

Namun untuk merubah kebiasaan dalam lingkungan bermasyarakat tidaklah semudah membalikkan tangan. Masalah yang akan dihadapi oleh portal berita adalah bagaimana caranya produk mereka yang berupa informasi supaya diakses sesuai kepentingan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu penting bagi mereka untuk bisa mendifersifikasikan kategori berita sesuai sasaran pembacanya mulai dari berita olahraga, politik, nasional, internasional, hukum hingga gaya hidup.

Menggalakkan budaya baca memerlukan strategi jitu dalam penyajian berita. Umumnya alasan seseorang enggan membaca karena melihat banyaknya halaman dan kata-kata dalam sebuah buku. Peran media online untuk bisa memecah-mecah suatu informasi agar terlihat lebih padat kata dan interaktif dengan tambahan animasi atau video untuk mengilustrasikan berita tersebut sedangkan untuk orang yang memang sudah mempunyai minat baca maka kantor berita dapat membuat versi cetak dalam media online yang berupa ePaper, eMagazine bahkan eJournal untuk kategori tulisan ilmiah.

Kesimpulan

Budaya merupakan pikiran, akal budi dan hasil sedangkan  kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat dalam arti lain keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Masyarakat Indonesia belum atau tidak memiliki budaya baca sebagaimana masyarakat dari negara-negara maju. Suatu tantangan sangat besar bagi pengambil kebijakan untuk mendorong budaya baca dalam suasana dunia dihadapkan dengan budaya audio visual. Apapun kondisinya, budaya baca perlu tetap dikembangkan secara sengaja dan serius lewat berbagai kebijakan baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang peduli dan merasa bertanggungjawab untuk memajukan budaya ini.  

Membaca merupakan sebuah aktifitas yang lazim dilakukan oleh orang-orang dari Negara maju maka dari itu penting bagi masyarakat Indonesia untuk menjadikan kegiatan itu sebagai sebuah kebiasaan agar terciptanya budaya positif untuk membawa Indonesia ke arah pembangunan positif menuju sebagai Negara maju baik dari ilmu pengetahuan, sosial, politik, ekonomi, seni dan budaya itu sendiri.

Pemerintah, Kantor atau Portal berita seharusnya dapat membuat momentum seiring perkembangan teknologi informasi berupa internet agar dapat meningkatkan kesadaran membaca bangsa Indonesia dengan produk mereka dalam lingkungan masyarakat selain motif keuntungan dari hasil aktifitas bisnisnya sebagai bakti kepada bangsa dan negara.*** (penulis adalah mahasiswa Program S-2/MM Pascasarjana Universitas Gadjahmada Yogyakarta)

Sumber : www.madina.co.id


 Daftar Pustaka 
Badan Pusat Statistik. Indikator Sosial Budaya Tahun 2003, 2006 dan 2009,  (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=27&notab=36) diakses pada tanggal 14 September 2012.
Badan Pusat Statistik. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional 1996-2010,  (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=26&notab=2) diakses pada tanggal 14 September 2012.
Kurniawan, Rifky. (2011), Membangun Budaya Membaca Sepanjang Hayat, pemustaka.com, hal 2.
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat (2006). Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25.
Rachmawati, Afrida (2011), Masa Depan Budaya Membaca Indonesia, pemustaka.com, hal 1-3.
Yatim, Usman (2008), SBY Seorang Pembaca, Madina Online (http://www.madina.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=4193:sby-seorang-pembaca&catid=12:refleksi&Itemid=133) diakses pada tanggal 14 September 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar